Hubungan Perlindungan Open Source Software dengan Undang-Undang Hak Cipta di Indonesia

Tidak ada komentar

 

open source software (Aplikasi Sumber Terbuka) merujuk pada suatu program komputer dimana pembuat atau pencipta dari program komputer tersebut memberikan akses kepada publik untuk dapat menyalin, mengubah, atau memodifikasi source code yang tersedia dalam program komputernya secara bebas, guna digunakan untuk membuat suatu program komputer lain serta mendistribusikan program komputer tersebut. Penggunaan program komputer berbasis open source di Indonesia telah diterapkan di lingkungan Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan menggunakan beberapa program komputer open source seperti Debian, Community ENTerprise Operating System (“CentOS”), MySQL, SQLite, dan beberapa program komputer open source lainnya.

UU Hak Cipta sebagai Dasar Hukum Open Source Software

Ditinjau dari segi hukum, program komputer atau software merupakan salah satu ciptaan atau karya yang dilindungi oleh UU Hak Cipta, sebagaimana diatur dalam pasal-pasal berikut ini:

Pasal 1 angka 9

Program Komputer adalah seperangkat instruksi yang diekspresikan dalam bentuk bahasa, kode, skema, atau dalam bentuk apapun yang ditujukan agar komputer bekerja melakukan fungsi tertentu atau untuk mencapai hasil tertentu.

 

Pasal 40 ayat (1) huruf s

Ciptaan yang dilindungi meliputi Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, terdiri atas:

a…

b…

s. program komputer.

 

Merujuk pada ketentuan diatas, dapat kami simpulkan bahwa program komputer open source pada prinsipnya juga merupakan suatu ciptaan atau karya yang dilindungi oleh UU Hak Cipta, meskipun program komputer open source tersebut dapat digunakan secara bebas oleh publik.

Kemudian, penggunaan secara bebas atas program komputer open source oleh pihak lain pada dasarnya tidak bertentangan dengan UU Hak Cipta, khususnya Pasal 9 ayat (2), karena pencipta atau pembuat program komputer berbasis open source telah memberikan izin penggunaan bagi pihak lain untuk mengubah, menyalin, memodifikasi, atau mengembangkannya menjadi program komputer baru sampai mendistribusikannya melalui ketentuan lisensi yang mendampingi atau terdapat dalam program komputer open source tersebut. Bunyi Pasal 9 UU Hak Cipta selengkapnya adalah sebagai berikut:

  1. Pencipta atau Pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 memiliki hak ekonomi untuk melakukan:
    1. penerbitan Ciptaan;
    2. Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya;
    3. penerjemahan Ciptaan;
    4. pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan;
    5. Pendistribusian Ciptaan atau salinannya;
    6. pertunjukan Ciptaan;
    7. Pengumuman Ciptaan;
    8. Komunikasi Ciptaan; dan
    9. penyewaan Ciptaan.

  1. Setiap Orang yang melaksanakan hak ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapatkan izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta.
  2. Setiap Orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan.

Sedangkan Pasal 8 UU Hak Cipta mengatur bahwa hak ekonomi merupakan hak eksklusif pencipta atau pemegang hak cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan.

Pada praktiknya, jenis lisensi atau izin penggunaan bagi pihak lain yang terdapat dalam program komputer open source adalah lisensi publik, seperti Permissive Licence contohnya MIT Licence, atau Copyleft Licence contohnya General Public Licence, sebagai berikut:[1]

    1. Permissive Licence: lisensi ini disebut sebagai “anything goes” karena lisensi ini menempatkan pembatasan minimal tentang bagaimana orang lain dapat menggunakan komponen open source. Artinya, jenis lisensi ini memungkinkan berbagai tingkat kebebasan untuk menggunakan, memodifikasi, dan mendistribusikan ulang kode open source, mengizinkan pemegang lisensi untuk memiliki dan mengkomersialkan hak kekayaan intelektual dalam karya turunan hak milik, dan memberlakukan sangat sedikit pembatasan dan kewajiban pada penerima lisensi (selain mengakui identitas pengembang perangkat lunak awal).
    2. MIT Licence: izin diberikan kepada siapa pun untuk menggunakan salinan perangkat lunak dan dokumen terkait dengan hak untuk menggunakan, menjual, menyalin, menggabungkan, mendistribusikan dan memodifikasi perangkat lunak, selama mereka membayar penghargaan dan kredit kepada penulis/pencipta kode sumber aslinya.
    3. Copyleft Licence: copyleft licence menyatakan bahwa jika Anda mendistribusikan atau membuat perangkat lunak berdasarkan perangkat lunak copyleft, maka Anda harus mengungkapkan kode sumber hak milik dan perangkat lunak Anda juga harus gratis dan tersedia untuk umum.
    4. General Public Licence (“GPL”): lisensi ini berarti bahwa perangkat lunak apa pun yang ditulis berdasarkan komponen GPL apa pun harus dirilis sebagai sumber terbuka. Artinya, setiap perangkat lunak yang menggunakan komponen sumber terbuka GPL diharuskan untuk merilis kode sumber lengkap ke publik secara gratis. Selain itu, semua berhak untuk memodifikasi dan mendistribusikan seluruh kode tersebut.

Dengan demikian, penggunaan secara bebas oleh publik atas program komputer open source termasuk dengan source code/kode sumber yang terdapat di dalamnya, telah diizinkan oleh pencipta melalui lisensi yang terdapat dalam program komputer open source, sehingga penggunaan oleh pihak lain tetap wajib mengikuti ketentuan dalam jenis lisensi publik yang berlaku.

Berdasarkan praktik kami, program komputer open source seringkali dimanfaatkan untuk mengembangkan atau bahkan membuat program komputer baru. Meskipun pada dasarnya diperbolehkan atau diizinkan, pengembangan atau modifikasi tersebut harus tetap memperhatikan ketentuan dalam lisensi yang berlaku pada program komputer open source, seperti:

  1. kewajiban untuk tetap menyediakan source code program komputer hasil pengembangan dari program komputer open source;
  2. ketentuan mengenai hak moral dari pencipta atau kepemilikan hak kekayaan intelektual; serta
  3. pembatasan dan syarat agar program komputer hasil pengembangan atau modifikasi dari program komputer open source dapat dimanfaatkan secara komersial.

Walau demikian, meskipun setiap program komputer baru dari hasil modifikasi atau pengembangan program komputer open source dapat dinilai sebagai suatu ciptaan baru yang mendapat perlindungan hak cipta di Indonesia, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 3,[2] Pasal 1 angka 9, dan Pasal 40 ayat (1) huruf s UU Hak Cipta, saat ini, menurut hemat kami pengaturan lisensi dalam UU Hak Cipta masih belum dapat memberikan kepastian hukum terkait penggunaan lisensi program komputer open source. Hal ini karena dalam UU Hak Cipta sendiri belum ada pengaturan khusus mengenai lisensi yang bersifat publik atau gratis.

Sumber: https://www.hukumonline.com/klinik/a/perlindungan-open-source-software-dalam-perspektif-hak-cipta-di-indonesia-cl4831/


Tidak ada komentar :

Posting Komentar